Pas bulan puasa, datang-datang suamiku melakukan sesuatu yang mengherankanku. Dia mengajak Indun buat membantu higienis-bersih tempat tinggal kami. Tentu saja saya senang , karena suamiku sudah sanggup mendapat peristiwa ketika itu. Aku bahagia melihat mereka berdua bergotong-royong membersihkan page & rumah. Indun dan Mas Prasojo nampak telah bersikap biasa sebagaimana sebelum peristiwa malam itu. Bahkan sesekali Indun kembali menginap pada gazebo kami, lantaran kami merasa sepi jua tanpa kehadiran anak-anak.


Si Rika semakin sibuk dengan urusan kampusnya, ad interim si Sangga hanya dalam malam hari saja menerangkan mukanya pada tempat tinggal . Semenjak itu, suasana di rumah kami sebagai pulang seperti sediakala. Tetap saja gazebo depan rumah tak jarang ramai dikunjungi orang. Cuma kini Indun nir pernah lagi menginap pada sana. Mungkin karena hampir ujian, jadi dia wajib poly belajar di tempat tinggal . Beberapa bulan kemudian, tubuhku mulai berubah. Perutku mulai terlihat membuncit. Kedua payudara mengembang. Memang jika hamil, aku selalu mengalami pembengkakan pada kedua payudaraku.
Hormonku membuatku selalu bernafsu. Mas Prasojo pun seolah-olah ikut mengalami perubahan hormon. Nafsu seksnya semakin menggebu melihat perubahan pada tubuhku. Kalau pas pada rumah, setiap malam kami bertempur habis-habisan. Gawatnya, payudaraku yg memang sebelumnya telah akbar sebagai bertambah akbar. Semua bra yang kucoba telah tidak muat lagi, padahal bra yang kupakai adalah ukuran terbesar yang terdapat pada toko. Kata yg jual, saya wajib pesan dulu buat membeli bra yang pas di berukuran dadaku kini . Akhirnya aku nekat bila pada rumah sporadis menggunakan bra. Kecuali jika keluar, itupun saya menjadi tersiksa karena pembengkakan payudaraku.
Aku menjadi misalnya mesin seks. Dadaku besar , dan pantatku membusung. Seolah tak pernah puas menggunakan bercinta setiap malam. Suamiku mengimbangiku menggunakan nafsunya yg jua bertambah akbar. Indun akhirnya tahu juga kehamilanku. Dia acapkali curi-curi pandang melihat perutku yg mulai membuncit. Aku tidak memahami, apakah beliau sadar, jikalau anak pada kandunganku merupakan hasil dari perbuatannya. Yang jelas, Indun menjadi sangat perhatian padaku. Setiap sore dia ke tempat tinggal buat membantu apa saja. Bahkan di malam hari pun beliau masih di tempat tinggal sambil sekali-kali meneruskan program mengaji anak-anakku.
Pada suatu malam, Mas Prasojo wajib pergi dinas ke luar kota. Malam itu kami membiarkan Indun sampai malam pada tempat tinggal kami, sambil menjaga menjaga tempat tinggal . Aku wajib ikut pengajian dengan bunda-mak kampung. Jam setengah 10 malam saya baru pergi. Sampai pada tempat tinggal , aku lihat Indun masih mengerjakan tugas sekolahnya di ruang tamu.
“Ndun, Sangga telah pulang?” tanyaku sembari memberikan payung, karena malam itu hujan cukup deras.
“Belum, Bu”
Aku kemudian menelpon anak itu. Ternyata beliau sedang mengerjakan tugas pada rumah temannya. Aku percaya dengan Sangga, lantaran anak itu nir seperti anak-anak yang senang hedonisme. Dia tipe anak yang sangat serius pada belajar. Apalagi sekolahnya merupakan sekolah teladan di kota kami. Jadi kubiarkan saja beliau menginap di rumah temannya itu.
Aku kemudian berkata ke Indun, “Kamu nginap sini aja ya, saya takut nih, hujan deres banget & Mas Prasojo gak pergi malam ini”.
Memang saya selalu gak lezat hati jika cuaca tidak baik tanpa mas Prasojo. Takutnya kalau terdapat angin akbar & lampu tewas. Apalagi kami telah tidak ada lagi perkara menggunakan insiden ketika itu.
“Iya bu, sekalian aku ngerjain tugas pada sini”, jawab Indun.
Aku melepas kerudungku dan duduk di depan tivi di ruang famili. Agak malas jua saya ganti daster, & pula ada si Indun, gak lezat kalau beliau nanti keingat insiden dulu. Sambil masih tetap gunakan baju muslim panjang aku menyelonjorkan kakiku pada sofa, sementara si Indun masih sibuk mengerjakan kalukulus di ruang tamu.
Bajuku baju panjang terusan. Agak gerah jua karena baju panjang itu, akhirnya aku masuk kamar dan melepas bra yang menyiksa payudara bengkakku. Aku pula melepas cd ku lantaran lembab yang luar biasa pada celah vaginaku. Maklum mak hamil. Kalau kalian lihat saya malam itu mungkin kalian juga bakalan nafsu deh, soalnya walaupun gunakan baju panjang, akan tetapi seluruh lekuk tubuhku dalam keliatan, lantaran pantat & payudaraku membesar. Acara tivi gak terdapat yang menarik. Akhirnya saya jangan lupa buat berbagi Indun minuman. Sambil membawa kopi ke ruang tamu aku duduk menemani anak itu.
“Wah, makasih , Bu. Kok repot-repot” pungkasnya sungkan.
“Gak papa, kok”
Aku duduk pada depannya sembari tidak sengaja mengelus perutku.
Indun membuat malu-memalukan melihat perutku.
“Bu, udah berapa bulan ya?” tanyanya kemudian, sembari meletakkan penanya.
“Menurutmu berapa bulan? Masak nggak memahami?” tanyaku iseng menggodanya.
Tiba-datang mukanya memerah. Indun kemudian menunduk malu.
“Ya nggak memahami bu… Kok saya mampu tahu darimana?” jawabnya tersipu.
Tiba-tiba saya sangat ingin memberi tahunya, keterangan gembira yang sewajarnya jua dirasakan oleh bapak kandung berdasarkan anak dalam kandunganku.
Dengan santai aku menjawab, “Lha bapaknya masak gak tahu umur anaknya?”
Indun kaget, gak menyangka saya akan menjawab sejelas itu. Dia jelas gelagapan. Hehehe. Apa yg kau harap menurut seseorang anak ingusan yang tiba-tiba akan menjadi bapak.
Wajahnya melongo melihatku takut-takut. Dia nir tahu akan menjawab apa. Aku jadi tambah ingin menggodanya.
GAME ADUQ ONLINE | DAFTAR ADUQ | SITUS ADUQ ONLINE | AGEN ADUQ ONLINE


“Kamu sih, bapak yg gak bertanggung jawab. Sudah menghamili pura-pura nir memahami lagi”, kataku sambil melirik menggodanya.
Aku mengelus-elus perutku. Geli pula lihat paras Indun saat itu. Antara kaget dan gundah dan perasaan-perasaan yang tidak dimengertinya.
“Aku… eeeee… maaf Bu… saya nir tahu…” Indun menyeka keringat dingin pada dahinya.
“Memangnya engkau tidak suka anak dalam perutku ini anakmu?” tanyaku.
“Eh… saya suka banget Bu.. Aku seneng…” Indun benar-benar kalut.
“Ya udah, kalau benar-sahih seneng, sini kamu rasakan gerakannya” kataku manja sembari mengelus perutku.
“Boleh Bu? Aku pegang..?” tanyanya kawatir.
“Ya, sini, kamu rasakan aja. Biar kalian dekat” perutku terlihat sangat membuncit karena baju muslim yg kupakai hampir tidak muat menyembunyikan bengkaknya. Indun bergeser & duduk di sebelahku. Matanya menunduk melihat ke perutku. Takut-takut tangannya menuju ke perutku.
Dengan hening kupegang tangan itu dan kudaratkan ke bukit di perutku. Sebenarnya saya berbohong, karena umur begitu gerakan bayi belum terasa, akan tetapi Indun mana memahami. Dengan hati-hati beliau meletakkan telapaknya di perutku.
“Maaf ya bu”, ijinnya. Aku membiarkan telapaknya melekat ketat pada perutku. Dia membisu seolah-olah mencoba mendengar apa yg terdapat di dalam rahimku. Aku merasa senang sekali lantaran izin bagaimanapun anak ingusan ini adalah bapak dari anak pada kandunganku.
“Kamu senang punya anak?” tanyaku.
“Aku suka sekali, Bu, punya anak berdasarkan Ibu. Ohh.. Bu. Maafkan aku ya Bu” jawab Indun hampir tak kedengaran. Tangannya gemetar pada atas perutku.
Indun terlihat sangat kebingungan, tidak tahu wajib berbuat apa. Aku jua ikut galau, menggunakan perasaan campur kocok. Antara bahagia, gundah, geli, & macam-macam rasa gak jelas. Tiba-datang dadaku berdebar-debar menatap anak muda itu. Anak itu sendiri masih takut-takut melihat mukaku. Kami berdua tiba-datang terdiam tanpa memahami wajib melakukan apa. Tangan Indun terdiam pada atas perutku.
“Ndun, engkau gimana perasaanmu lihat mak -ibu yg lagi bengkak-bengkak kayak saya?” tanyaku memecah kesunyian.
“Saya senang sekali sama Ibu……” jawabnya.
“Kenapa?”
“Ibu anggun..” jawabnya menggunakan muka memerah.
“Ihh.. Manis menurut mana? Aku khan udah tua dan lagian sekarang badanku kayak gini..” jawabku.
Indun mengangkat wajahnya pelan menatapku, membuat malu-malu.
“Gak kok, Ibu tetep cantik banget…” jawabnya pelan. Tangannya mulai mengelus-elus perutku. Aku merasa geli, yang datang-tiba jadi sedikit horny. Apalagi tadi malam Mas Prasojo belum sempat menyetubuhiku.
“Kok saat itu engkau tegang ngintip aku sama Mas Prasojo?” tanyaku manja. Mukaku memerah. Aku benar-benar bernafsu. Aneh jua, anak mini ini pun kini membuatku pengen disetubuhi. Apa yg galat dengan tubuhku?
“Aku nafsu lihat badan Ibu…” kali ini Indun menatap wajahku.
Mukanya merah. Jelas dia bernafsu. Aku tahu banget muka pria yg nafsu lihat aku .
“Kalau kini ? Masa masih nafsu juga, saya khan sudah membukit kayak gini..”
Indun belingsatan.
“Sekarang iya..” jawabnya sambil membetulkan celananya.
“Idiiih…. Mana coba lihat?” godaku.
Indun makin berani. Tangannya gemetar membuka celananya. Dari pada celananya tersembul keluar sebatang penis jauh lebih mini menurut punya suamiku. Yang jelas, penis itu telah sangat tegang.
“Wah, kok telah tegang banget. Pengen nengok anakmu ya?” godaku.
Indun telah menurunkan seluruh celananya. Tapi dia tidak memahami wajib melakukan apa. Lucu lihat btg mini itu tegak menantang. Aku telah sangat horny. Vaginaku sudah mulai basah. Tak tahu kenapa bisa senafsu itu dekat dengan anak Sekolah Menengah pertama ini. Dengan gemes, aku pegang penis Indun.
“Mau dimasukin lagi?” tanyaku gemetar.
“Iya bu.. Mau banget”
Tanpa menunggu lagi aku meningkatkan baju panjangku dan mengangkangkan kakiku. Segera vaginaku terpampang kentara pada depan Indun. Rambut hitam vaginaku serasa sangat kontras menggunakan kulit putihku.
Segera kubimbing penis anak itu ke dalam lobang vaginaku. Indun mengerang pelan, matanya terbeliak melihat penisnya pelan-pelan masuk ditelan vaginaku.
“Ohhhh…… Buuu…..” desisnya.
Bless, segera penis itu masuk seluruhnya dalam lobang vaginaku. Aku sendiri merasakan kenikmatan yg aneh. Entah kenapa, saya sangat ingin mengisi lobangku dengan batang itu.
“Diemin dulu pada pada sebentar, biar engkau gak cepat keluar”, perintahku.
“Iiiiiyaaa, Bu..” erangnya. Indun mendongakkan kepalanya menunda kenikmatan yang luar biasa baginya. Sengaja pelan-pelan kuremas penis itu dengan vaginaku, sembari kulihat reaksinya.
“Ohhh…” Indun mengerang sambil mendongak ke atas.
Kubiarkan dia mencicipi sensasi itu. Pelan-pelan tanganku meremas pantatnya. Indun menunduk menatap wajahku pada bawahnya. Pelan-pelan dia mulai bisa mengendalikan dirinya. Tampak nafasnya mulai agak teratur. Kupegang leher anak itu, & kuturunkan mukanya. Muka kami semakin berdekatan. Bibirku lalu mencium bibirnya. Kamu berdua melenguh, kemudian saling mengulum & bermain lidah. Tangannya meremas dadaku. Aku mencicipi kenikmatan yg tiada tara. Segera kuangkat sedikit pantatku buat merasakan semua batang itu semakin ambles ke pada vaginaku.
“Ndun, yuk gerakin maju mundur pelan-pelan..” perintahku.
Indun mulai memaju mundurkan pantatnya. Penisnya walaupun kecil, kalau sudah keras begitu nikmat sekali dalam vaginaku. Aku mengerang-erang kini . Vaginaku telah basah sekali. Banjir mengalir sampai ke pantatku, bahkan mengenai sofa ruang tamu.

Aku mengarahkan tangan Indun buat meremas-remas payudaraku lagi. Dengan hati-hati beliau berusaha tidak tentang perutku, lantaran takut kandunganku. Ohhh… aku telah sangat nafsuu… lebih kurang 15 mnt Indun memaju mundurkan pantatnya. Tidak menduga dia kini sekuat itu. Mungkin dulu dia panik dan belum terbiasa. Aku datang-datang merasakan orgasme yg luar biasa.
“Ohhhh…” teriakku. Tubuhku melengkung ke atas. Indun terdiam menggunakan tetap menancapkan penisnya pada lobangku. “Aku sampai, Ndunnnn……” saya terengah-engah.
Sambil tetap membiarkan penisnya di pada vaginaku, saya memeluk ABG itu. Badannya penuh keringat. Kami terdiam selama berepa mnt sambil berpelukan. Penis Indun masih keras dan tegang di dalam vaginaku.
“Ndun, pindah kamar yuk”, ajakku.
Indun mengangguk. Dicabutnya penisnya & berdiri di depanku. Aku ikut berdiri gemetar lantaran efek orgasme yg mengebu barusan. Kemudian aku membimbing tangan anak itu membawanya ke kamarku. Di kamar aku meminta dia melepaskan bajuku, lantaran agak repot melepas baju ini. Di depan pemuda itu aku sekarang telanjang bundar . Indun jua melepas bajunya. Sekarang kami berdua telanjang & saling berpelukan. Aku lihat penisnya masih tegak mengacung ke atas. Aku rebahkan pemuda itu pada kasurku. Lalu aku naik ke atas & pulang memasukkan penisnya ke vaginaku. Kali ini aku yang menggenjotnya maju mundur. Tangan Indun meremas-remas susuku. Ohh, nikmat sekali. Penis mini itu sahih-sahih hebat. Dia berdiri tegak terus tanpa mengendor seidkit pun. Aku sengaja memutar-mutar pantatku supaya penis itu cepat muncrat. Tapi tetap saja posisinya sama. Aku pulang orgasme, bahkan hingga 2 kali lagi. Orgasme ketiga saya telah kelelahan yg luar biasa. Aku peluk pemuda itu dan kupegang penisnya yg masih tegak mengacung. Kami berpelukan pada tengah ranjang yg biasa kupakai bercinta menggunakan suamiku.
“Aduuuh, Ndun.. Engkau bertenaga pula ya. Kamu masih belum keluar ya?”
“Gak papa Bu…” jawabnya pelan.
Tiba-datang saya punya inspirasi untuk membantu Indun. Kuraih batang kecil itu & balik kumasukkan dalam vaginaku. Kali ini kami saling berpelukan sambil berbaring bersisian.
“Ndun, Ibu udah lelah banget. Batangmu dibiarin aja ya pada dalam, sampai kamu keluar…” bisikku.
Indun mengangguk. Kami balik berpelukan bagai sepasang kekasih. Vaginaku berkedut-kedut menerima btg itu. Kubiarkan banjir mengalir membasahi vaginaku, Indun jua membiarkan penisnya tersimpan rapi pada vaginaku. Karena kelelahan saya tertidur dengan penis pada vaginaku. Gak tahu berapa jam saya tertidur dengan penis masih dalam vaginaku, saat jam 1 malam datang hpku mendapat sms. Aku terbangun dan melihat Indun masih menatap wajahku sembari membiarkan penisnya membisu dalam lobangku.
“Aduh, Ndun. Kamu belum sanggup bobok? Aduuuh, soriiii ya…” kataku sambil meremas penisnya dengan vaginaku.
“Gak papa kok, Bu. Aku seneng banget di pada..” kata Indun.
Tanpa merubah posisi aku meraih hpku di meja samping ranjang. Kubuka sms, ternyata berdasarkan Mas Prasojo: “Hai Say, udah bobok? Kalau blum aku pengen telp”.
Aku segera balas: “Baru terbangn, telp aja, kangen”
Segera setelah kubalas sms, Mas Prasojo menelponku. Aku menerima telepon sembari berbaring dan membiarkan penis Indun di dalam vaginaku.
“Hei… Sorii merusak , udah bobok apa?” tanyanya.
“Gak papa Mas, kangen. Kapan jadinya kembali?” tanyaku.
“Lusa, Dik, ini aku masih pada jalan. Lagi terdapat pembekalan masyarakat. Gimana anak-anak?”
“Hmmm…. ” aku agak menggeliat. Indun memajukan pantatnya, takut tanggal penisnya menurut lobangku. Aku meletakkan jariku pada bibirnya, agar beliau tidak bersuara. Indun mengangguk sembari tersenyum.
“Baik, mereka oke-oke saja kok. Udah pada makan dan bobok nyenyak berdasarkan jam 9 tadi. Aku kangen mas…”
“Sama.. Pengen nih” istilah suamiku.
“Sini, mau di mulut apa di bawah?” tanyaku nakal.
“Mana aja deh”
“Nih, pakai mulutku aja, udah lama gak dikasih. Udah gatel, hihih…” godaku.
“Aduuh Dik. Aku lagi pada kampung sepi. Malah jadi kangen sama kamu. Gimana hayooo?” rengek suamiku.
Kami memang biasa saling terbuka soal kebutuhan seks kami.
“Kocok aja Mas, aku juga mau” kataku manja.
Kemudian aku menggeser Indun agar menindih di atas tubuhku. Sambil tanganku menutup hp, saya berbisik ke Indun, “Sekarang kamu genjot saya sekencang-kencangnya hingga keluar, ya. Sekuat-kuatnya”.
Indun mengangguk. Aku menjawab telepon suamiku, “Ayo, mas, buka celananya..”
Aku mengambil cdku pada sampingku, kemudian kujejalkan ke mulut Indun. Indun memahami maksudku supaya beliau nir bersuara.
“Oke, Dik. Aku sudah menghunus rudalku..”
Sambil menjawab mesra saya menekan pantat Indun agar segera memaju mundurkan penisnya pada vaginaku. Indun segera membalasnya, & mulai menggenjotku. Aku menyuruhnya untuk menurunkan kakinya ke samping ranjang sebagai akibatnya perutku nir tertindih badannya. Sementara saya mengangkang dengan dua kakiku terangkat ke samping kiri dan kanan badan pria abg itu. Ohhh, ya Tuhan. Bagai kesetanan, Indun menggenjotku seperti yang kuperintahkan. Aku mengerang-erang, begitu pula suamiku.
“Mas, aku masturbasi kesetanan ini….. Pengen banget…. Kamu kocok kuat-kuat yaaa….. Ahhhhh”
“Iyyyyaaaa… Ooohhh, laba aku bawa cdmu, untuk ngocok nihh…. Ohhhhh” erang suamiku.
Tak kalah hebatnya, Indun menggasak lobangku menggunakan tanpa kompromi. Badan kurusnya maju mundur secepat bor listrik. Aku mengerang-erang nir karuan.
Suara lobangku berdecit-decit karena banjir dan goresan menggunakan penis Indun. Benar-sahih gila malam ini. Aku telah tidak jangan lupa lagi berapa usang aku digenjot Indun. Suaraku penuh nafsu bertukar istilah-istilah mesra dengan suamiku. Indun seolah-olah tak pernah lelah. Tubuhnya telah banjir keringat. Stamina mudanya benar-benar membanggakan.
Keringat juga membanjiri tubuhku. Sementara bunyi suamiku jua meraung-raung kenikmatan, semoga kamar dia di perjalan dinas itu kamar yang kedap bunyi. Beberapa waktu kemudian saya kehabisan tenaga. Kuminta Indun untuk berhenti sejenak. Pemuda itu nampak terengah-engah sesudah menggenjotku habis-habisan. Setelah itu kami melanjutkan permainan kami. Indun dengan kuatnya menggenjotku habis-habisan.

Aku tak memahami lagi apa yg kecerecaukan di telepon, tapi nampaknya suamiku juga sama saja. Beberapa waktu kemudian aku dan suamiku sama-sama berteriak, kami sama-sama keluar. Aku terengah-engah mengatur nafasku. Lalu suamiku memberi salam mesra & ciuman jeda jauh. Kami benar -betul terpuaskan malam ini. Setelah ngobrol-ngobrol singkat, suamiku menutup teleponnya.
Di kamarku, Indun masih menggenjotku pelan-pelan. Dia belum keluar rupanya. Wah, gila. Aku kawatir jepitanku mungkin telah nir mempan buat penisnya yang masih tumbuh. Kubiarkan penis pemuda itu mengobok-obok vaginaku. Tiba-tiba kudorong Indun, sehingga lepas penis dari lobangku.
“Ohhh”, lenguhnya kecewa.
Lalu aku tarik dia naik ke tempat tidur, & saya segera menungging pada depannya. Indun memahami maksudku. Dia segera mengarahkan penisnya ke vaginaku. Tapi segera kupegang penis itu dan kuarahkan ke lobang yg lain. Pantatku! Mungkin di sanalah penis Indun akan dijepit dengan maksimal , pikirku tanpa pertimbangan. Indun sadar apa yang kulakukan. Disodokkannya penisnya ke lobang pantatku. Tapi lobang itu ternyata masih terlalu kecil bahkan buat penis Indun. Aku berdiri dan menyuruhnya menunggu. Lalu aku turun & mengambil jelli organik berdasarkan dalam rak obat di kamar mandi. Dengan setia Indun menunggu dengan penis yang pula setia mengacung. Jelli itu kuoleskan ke seluruh batang Indun, dan sebagian kuusap-usapkan ke kurang lebih lobang pantatku. Kembali aku menunggingkan pantatku. Indun mengarahkan kotolnya pulang & pelan-pelan lobang itu berhasil di terobosnya.
“Ohhhhh…..” desisku. Sensasinya sangat luar biasa. Pelan-pelan btg penis itu menyusup di lobang yang sempit itu.
Indun mengerang keras. Setengah bepergian, penis itu berhenti. Baru separo yang masuk. Indun terengah-engah, begitu jua saya.
“Pelan-pelan, Ndun…” bisikku.
Indun memegang bongkahan pantatku, & kembali menyodokkan penisnya ke lobangku. Dan akhirnya seluruh btg itu masuk manis dalam lobang pantatku.
“Ohhh, Tuhan…” rasanya sangat luar biasa, antara sakit dan nikmat yang tidak terceritakan. Aku mengerang. Kami berdiam beberapa menit, membiarkan lobangku terbiasa dengan btg penis itu. Setelah itu Indun mulai memaju mundukan pinggangnya. Rasanya luar biasa. Pengalaman baru yang membuatku ketagihan. Beberapa saat lalu, Indun mengerang-erang keras. Dia memaksakan menggejot pantatku dengan cepat, tapi lantaran sangat sempit,
genjotannya nir sanggup lancar. Kemudian,
“ohhhhh…”
Indun memuncratkan spermanya pada pantatku. Crot…Aku tersungkur & Indun terlentang ke belakang. Muncratannya sebagian mengenai punggungku. Kami sama-sama terengah-engah dan kelelahan yg luar biasa. Aku membalikkan tubuhku dan memeluk Indun yang terkapar tanpa daya. Kami berpelukan dengan telanjang bundar sepanjang malam.
Paginya, saya bangun jam 6 pagi. ABG itu terdapat pada pelukanku. Oh, Tuhan. Untung aku mengunci kamarku. Mbok Imah tetangga yang biasa bantuin ngurusin anak-anak sudah terdengar suaranya pada belakang. Oh.. Apa yang telah kulakukan tersebut malam, saya benar-benar nir habis pikir. Kalau malam ketika itu sahih-sahih hanya sebuah kecelakaan. Tapi malam ini, aku & Indun sahih-benar melakukannya menggunakan penuh kesadaran. Apa yg kulakukan dalam anak abg ini? Aku jadi gelisah memikirkannya, saya takut membuat anak ini menjadi anak yg galat jalan. Rasa bersalah itu membuatku merasa bertambah sayang dalam anak kecil itu. Kurangkul kembali tubuh kecil itu & kuciumin pipinya. Tubuh kami masih sama-sama telanjang. Aku lihat si Indun masih nyenyak tidur. Mukanya nampak cantik sekali pagi itu. Aku mengecup pipi anak itu dan membangunkannya.
“Ndun… Bangun. Kamu sekolah khan?” bisikku.
Indun nampak kaget dan segera duduk.
“Oh, Bu.. Maaf aku kesiangan…” katanya gugup.
“Gak papa Ndun, aku yang galat mengajakmu tadi malam”
Kami berpandangan.
“Maaf Bu. Aku benar-sahih tidak sopan”
“Lho, khan bukan kamu yang mengajak kita tidur beserta. Aku yang keliru Ndun” bisikku pelan.
Indun menatapku, “Aku sayang sama Ibu…” ucapnya pelan.
“Ndun, kamu punya pacar?”
“Belum, bu”
“Kamu janji ya jangan cerita-cerita ke siapa-siapa ya soal kita”
“Iya bu, gak mungkinlah”
“Aku takut engkau rusak lantaran saya”
“Gak kok Bu, saya sayang sama Ibu”
“Kamu jangan melakukan ini ke sembarang orang ya” kataku kawatir.
“Tidak Bu, aku bukan cowok misalnya itu. Tapi bila sama Ibu, masih boleh ya…” ucapnya pelan.
Tiba-tiba saya sangat ingin memeluk anak itu.
“Aku jua sayang kamu Ndun. Sini Ibu peluk” Indun mendekat dan kami berpelukan sambil berdiri. Tangannya merangkul pinggangku, & aku memegang pantatnya. Kami berpelukan usang dan saling berpandangan. Lalu bibir kami saling berpagutan. Gila, aku benar-benar serasa berpacaran dengan anak mini itu. Mulut kami saling bergumul menggunakan panasnya.
Aku lihat penis anak itu masih tegak berdiri, mungkin karena imbas pagi hari. Tanganku meraih btg itu dan mengocoknya pelan-pelan.
Aku berpikir cepat, karena pagi ini Indun harus sekolah, aku wajib segera menuntaskan ketegangan penis itu. Aku segera membalikkan tubuhku dan berpegangan dalam meja rias. Sambil melihat Indun lewat cermin aku menyuruhnya.
“Ndun, engkau pakai jeli itu lagi. Cepat masukin lagi penismu ke pantat Ibu”
Indun buru-buru melumas batangnya. Aku menyorongkan bungkahan pantatku. Dari cermin aku bisa melihat muku & badanku sendiri. Ohh… relatif memalukan pula aku melihat tubuhku yg mulai membengkak di sana-sini, akan tetapi masih penuh menggunakan nafsu ereksi.
“Cepat Ndun, nanti kamu terlambat sekolah”, perintahku.
Sambil memeluk perutku, Indun mendorong penisnya masuk ke lobang pantatku. Lobang yang semalam telah disodok-sodok itu segera mendapat batang yang mengeras itu. Segera kami sudah melakukan persetubuhan lagi. Aku dapat melihat adegan seksi itu lewat cermin, pada mana mukaku terlihat sangat nafsu dan jua muka Indun yang mengerang-erang pada belakangku.
“Ayo, Ndun, sodok yang bertenaga”
“Iyyyaaa.. Bu”
“Terusss… Cepat”
Sodokan-sodokan Indun semakin cepat. Lobang pantatku semakin elastis mendapat btg imut itu. Sungguh kenikmatan yg luar biasa. Tidak berapa usang kemudian kami berdua sama-sama mencapai zenit kenikmatan. Indun membiarkan cairan spermanya meluncur deras dalam pantatku. Kami sama-sama terengah-engah menikmati zenit yg barusan kami daki.
“Ohhh…”
Sejenak lalu saya lepaskan pantatku berdasarkan penisnya.
“Udah Ndun. Sana engkau mandi, pergi. Nanti engkau terlambat lho sekolahnya” kataku sembari tersenyum.
Indun mencari-cari pakaiannya. Tiba-datang kami sadar kalau celana Indun terdapat pada ruang tamu. Aku suruh si Indun nunggu pada kamar, dan saya segera berpakaian & keluar ke ruang tamu. Moga-moga belum ada yg menemukan celana itu. Untungnya celana itu teronggok di bawah sofa & terselip, sebagai akibatnya Mbok Imah yg umumnya sibuk dulu menyiapkan sarapan belum sempat membereskan ruang tamu. Celana itu segera kuambil & kubawa ke kamar. Si Indun yg tadinya nampak panik berubah damai.
Setelah memakai celananya, Indun kusuruh cepat-cepat keluar ke ruang tamu & merogoh tas belajarnya yang semalam tergeletak di meja tamu. Setelah itu beliau pamit pergi. Aku segera mandi. Di kamar mandi aku mencicipi sedikit perih pada bagian lobang pantatku. Baru kali ini lobang itu sebagai alat seks, itu pun justru dengan anak mini yg belum memahami apa-apa. Ada sedikit rasa sesal, tapi segera kuguyur kepalaku untuk menghilangkan rasa gundah pada dadaku.

Sorenya Indun balik main ke tempat tinggal . Dia telah sibuk membereskan buku-kitab di gazebo kami. Malam itu Indun tidur lagi pada kamarku. Mas Prasojo baru pergi besok harinya. Selama berjam-jam kami pulang bercinta. Kami saling berpelukan & berbagi kasih selayaknya sepasang kekasih. Tapi sebelum jam 1 saya suruh Indun buat segera tidur, saya kawatir sekolahnya akan terganggu karena aktivitasku.
“Ndun, tersebut kamu pada sekolah gimana?” bisikku selesainya kami terselesaikan ronde ke tiga. Kami berpelukan menggunakan mesra di tengah ranjang.
“Biasa aja Bu”
“Kamu gak kelelahan atau ngantuk di sekolah?”
“Iya Bu, sedikit. Tapi gak papa, aku tersebut sempat tidur siang”
“Aku takut menganggu sekolahmu”
“Gak kok Bu. Tadi aku mampu ngikutin pelajaran”
“Okelah kalau gitu. Tapi sesudah ini engkau tidur ya, gak usah diterusin dulu”
“Iya Bu”
“Besok Mas Prasojo pulang, engkau gak mampu nginap disini”
“Iya, Bu. Tapi kapan-kapan aku siap menemani Ibu di sini”
“Yee…. Maunya. Ya gak papa”, kataku sembari mencubit pinggangnya.
“Aku mau jadi pacar Ibu”
“Lho saya khan sudah bersuami?”
“Ya gak papa, jadi apa saja deh”
“Aku justru kasihan sama engkau . Besok-besok jika kamu udah siap, kamu cari pacar yang bener ya?”
“Iya Bu. Aku tetap sayang sama Ibu. Mau dijadiin apa saja jua mau”
“Idihh.. Ya udah. Bobok yuk” kataku kelelahan.
Kami tidur berpelukan hingga pagi.
Setelah malam itu, aku semakin tak jarang bercinta menggunakan Indun. Kapan pun ada kesempatan, kami berdua akan melakukannya. Indun sangat memperhatikan bayi pada kandunganku. Setiap ada kesempatan, dia menciumi perutku dan mengelus-elusnya. Kasihan juga saya lihat anak kecil itu telah merasa wajib jadi bapak. Herannya, saya jua kecanduan menggunakan penis mini anak itu. Padahal saya sudah punya penis yg jauh lebih besar & tersedia untukku. Bayangkan, beda usiaku menggunakan Indun mungkin sekitar 27 tahun. Bahkan anak itu lebih cocok sebagai adik anak-anakku. Tapi hubungan kami bertambah mesra seiring usia kehamilanku yang semakin mengembang. Indun bahkan tak jarang ikut menemaniku ke dokter tatkala suamiku sedang dinas keluar. Indun semakin perhatian padaku & anak dalam kandunganku. Kami sangat senang lantaran bayi dalam kandunganku berada pada syarat sehat. Aku selalu mengingatkan Indun untuk permanen fokus pada sekolahnya, & jangan terlalu memikirkan anaknya. Yang paling nir bisa dicegah adalah, Indun semakin usang semakin kecanduan lobang pantatku. Lama-lama saya jua mencicipi hal yang sama.
Seolah-olah lobang pantatku menjadi milik tertentu Indun, ad interim lobang-lobangku yang lain dibagi antara Indun & suamiku. Sampai sekarang, suamiku tidak pernah memahami bila pantatku sudah dijebol sang Indun. Lama-lama saya kawatir jua dengan cerita tentang hubungan kelamin lewat pantat dapat menimbulkan banyak sekali penyakit, termasuk AIDS. Aku akhirnya menyediakan kondom buat Indun kalau dia minta lobang pantatku. Indun sih oke-oke saja. Dia juga kawatir, walaupun dia sangat bahagia ketika masuk ke lubang pantatku.
Untung aku dan suamiku juga kadang-kadang memakai kondom, sebagai akibatnya saya tidak canggung lagi membeli kondom pada apotik. Bahkan saya acapkali menerima kondom perdeo dari kelurahan. Mungkin karena masih masa pertumbuhan, & sering kupakai, saya melihat lama kelamaan penis Indun pula mengalami pembesaran. Penis yg semakin berpengalaman itu nir lagi misalnya penis imut pada saat pertama kali masuk ke vaginaku, akan tetapi telah menjelma sebagai penis dewasa dan berurat ketika tegang. Aku sadar, jikalau saya adalah keliru satu sebab dari pertumbuhan instant berdasarkan penis Indun. Kekuatan penis Indun juga semakin luar biasa. Dia nir lagi mudah keluar, bahkan jikalau dipikir-pikir, beliau mungkin lebih kuat berdasarkan suamiku. Lantaran perutku semakin membesar saya jadi seringkali gunakan celana legging yg lentur & baju kaos ketat yang berbahan sangat lentur. Kalau di rumah saya bahkan hanya gunakan kaos panjang tanpa bawahan. Orang pasti menerka saya selalu gunakan cd, padahal sering saya malas memakainya. Entah lantaran gawan bunda hamil atau lantaran nafsu birahiku yang semakin gila.
Waktu bunda Indun mau naik haji, aku ikut sibuk dengan mak -mak kampung buat mempersiapkan pengajian haji. Biasalah, jikalau mau naik haji pasti hebohnya minta ampun. Aku termasuk dekat menggunakan mak Indun. Namanya bu Masuroh, yang biasa dipanggil Bu Ro. Lantaran keluarga Indun termasuk keluarga yang terpandang di desa kami, maka program pengajian itu menjadi program yg akbar-besaran. Banyak ibu-bunda yg ikut sibuk di rumah Bu Ro. Kalau saya ke sana saya lebih sering karena ingin ketemu Indun.
Acara pengajian & eksistensi Mas Prasojo di tempat tinggal menciptakan kesempatanku bertemu menggunakan Indun menjadi sangat terbatas. Sudah lama Indun nir merasakan lobang pantatku. Aku sendiri resah bagaimana mencari kesempatan untuk ketemu Indun. Walaupun aku tak jarang pergi ke rumahnya dan kadang-kadang pula diantar Indun buat berbelanja sesuatu buat keperluan pengajian, akan tetapi permanen saja kami nir punya kesempatan buat bercinta. Akhirnya dalam waktu pengajian akbar itu aku menerima ide. Sorenya, segera kutelepon Indun memakai telepon tempat tinggal , lantaran aku sangat hati-hati menggunakan hp, apalagi buat urusan Indun.
“Assalamu’alaikum, Bu. Ini Bu Lani. Gimana Bu persiapan nanti malam, telah beres seluruh?”
“Oh, Bu Lani. Sudah Bu. Nanti datangnya agak sorean ya bu. Kalau gak ada Ibu, kita gundah nih” jawab Bu Ro.
“Iya, beres Bu. Saya sama Bu Anjar telah kangenan setelah magrib pribadi kesitu, kok Bu. Indun ada Bu Ro?”
“Ada Bu, sementara waktu ya Bu”
Setelah Indun yg memegang telepon, aku segera bilang:
“Ndun nanti malam kamu pake celana yg mampu dibuka depannya ya” kataku pelan
“Iya Bu” jawab Indun agak resah.
“Terus engkau gunakan kondom engkau …”
Malam itu pengajian dilangsungkan dengan besar -besaran. Halaman RW kami yg luas hampir tidak bisa menampung jama’ah yg tiba berdasarkan semua penjuru kota. Bu Ro memang tokoh yang disegani warga . Aku tiba beserta mak -bunda RT menggunakan menggunakan baju atasan longgar yg menutup sampai bawah pinggang. Bawahannya aku menggunakan legging ketat, karena memang lagi biasa digunakan bunda-ibu dalam saat ini. Apalagi aku lagi hamil, pasti orang-orang pada maklum akan kondisiku.
Yang nir biasa merupakan bahwa aku tidak menggunakan apapun pada balik celana leggingku. Sengaja aku tinggalkan cdku di tempat tinggal , karena saya punya sebuah pandangan baru untuk Indun. Setelah seluruh urusan kepanitiaan beres, saya segera bergabung menggunakan ibu-mak jama’ah pengajian. Tapi lalu aku dan beberapa ibu yg lain pindah ke halaman, lantaran lebih bebas dan bisa berdiri. Hanya saja page itu telah sangat penuh dan berdesak-friksi. Justru aku menentukan tempat yang paling ramai oleh pengunjung. Di kejauhan aku melihat Indun & memberinya kode buat mengikutiku. Indun berkiprah menuju ke arahku, ad interim saya mengajak Bu Anjar buat ke sebuah lokasi di bawah pohon di lapangan RW. Lokasi itu relatif gelap lantaran bayangan lampu tertutup rindangnya pohon. Walaupun demikian, poly anggota jama’ah pada situ yang berdiri berdesak-desakan .
“Kita sini aja Bu, jika Ibu mau. Tapi bila ibu keberatan, silakan Ibu pindah ke sana” kataku dalam Bu Anjar.
“Gak papa Bu, pada sini lebih bebas. Bisa bolos jika udah kemaleman, hihihi..” istilah Bu Anjar.
“Iya , ya. Biasanya pengajian ginian bisa hingga jam 12 lho”
Kami kemudian bercakap-cakap dengan seru sembari mendengarkan pengajian. Ternyata pada sebelah Bu Anjar adan Bu Kesti yang kampiun negrumpi. Kami segera terlibat pembicaraan serius sembari sekali-kali mendengarkan ceramah bila pas terdapat cerita-cerita lucu. Kami berdiri relatif di barisan tengah, Bu Anjar dan Bu Kesti menerima loka duduk di sebelahku.
“Bu, monggo jika mau duduk” tawarnya padaku.
“Wah gak usah Bu. Saya lebih suka berdiri gini aja” jawabku. Padahal aku sedang menunggu Indun yg sedang berusaha menyibak kerumunan menuju ke arah kami.
Akhirnya Indun tiba pada belakangku. Dua ibu-bunda sebelahku tidak memperhatikan kehadiran Indun, akan tetapi saya melirik anak muda itu dan menyuruhnya berdiri sempurna di belakangku. Aku bergeser berdiri sedikit pada belakang bangku Bu Anjar dan Bu Kesti. Sementara Indun dengan segera berdiri tepat pada belakangku. Dengan membisu-membisu saya menempelkan pantatku ke badan Indun. Indun tersenyum dan memajukan badannya. Pantatku yg semlohai segera menempel pada penis Indun yang telah tegang di pulang celananya.
Aku berbisik pada Indun, “buka, Ndun. Udah gunakan kondom?”

Indun mengangguk & membuka risliting celananya. Segera tersembul batangnya yg telah mengeras. Segera kusibakkan baju panjangku ke atas dan nampaklah leggingku telah kuberi lobang di bagian belahan pantatku. Indun nampak terkejut, & sekaligus mengerti maksudku. Dengan pelan-pelan diarahkannya btg kerasnya ke lobang pantatku. Dan, slepppp. Masuklah btg itu ke lobang favoritnya. Tangan Indun masuk ke pada bajuku sembari mengelus-elus perutku. Batangnya berada pada dalam lobangku sembari sekali waktu dimaju mundurin. Kami bercinta pada tengah keramaian menggunakan tanpa terdapat yang menyadarinya. Walaupun begitu aku tetap bercakap-cakap dengan dua mak -ibu tetanggaku itu. Sementara pada kanan kiri kami orang-orang sibuk mendengarkan ceramah dengan berdesak-desakan .
Sekitar satu jam Indun memelukku dalam gelap dari belakang. Tiba-tiba vaginaku berkedut-kedut, pengen ikut disodok. Kalau berdasarkan belakang berarti saya wajib lebih nunduk lagi. Pelan-pelan kutarik keluar penis Indun & kulepas kondomnya. Aku balik mengarahkannya, kali ini ke lubang vaginaku. Indun mengerti. Lalu, bless.. Dengan lancarnya penis itu masuk ke vaginaku berdasarkan belakang. Ohh, enak sekali. Aku mulai tidak konsentrasi terhadap ceramah juga dialog dua bunda-mak itu. Lantaran hanya sesekali kami bergoyang, maka adegan persetubuhan itu berlangsung cukup lama . Kepalaku sudah mulai berkunang-kunang kenikmatan. Di tengkukku saya merasakan nafas Indun semakin ngos-ngosan.
Beberapa saat lalu, aku mengalami orgasme hebat, tanganku gemetar dan pribadi memegang sandaran bangku di depanku. Indun jua lalu memuncratkan maninya pada vaginaku. Kami berdua hampir bersamaan mengalami orgasme itu. Setelah agak reda, aku mendorong Indun dan mengeluarkan penisnya. Cepat-cepat Indun memasukkan pada celananya, dan kuturunkan baju bagian belakangku. Aku & bunda-mak itu tetapkan buat pulang sebelum program terselesaikan. Untung saja saya dan Indun sudah terselesaikan. Dengan mengedipkan mata, saya menyuruh Indun untuk meninggalkan lokasi. Akhirnya terpuaskan pula keinginan kami selesainya hari-hari yg sibuk yang memisahkan kami.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.