Full width home SAKONGKIU

Post Page SAKONGKIU [Top]

Aku bertemu dengan sahabatku Naralita sekarng dia sudah berkeluarga & menetap pada Palembang, suatu hari aku  bertemu dengannya lagi waktu di maen ke Yogya menggunakan anaknya yang masih mini & suaminya, wajah dan bentuk Naralita masih misalnya dulu pertma aku  kenal beliau , kulitnya putih, bibirmya tipis merah merona rambutnya yang panjang, dan tubuh yg terawat.
Apalagi saya harus kerja sepenuh hari & sering pulang malam. Bertambah besar , bayi kami berkurang nakalnya. Naralita mulai nir banyak mampirke rumah. Isteriku pula semakin sehat dan mampu mengurus seluruh keperluannya. Tetapi suatu malam saat aku  masih asyik merampungkan pekerjaan pada tempat kerja, Naralita datang-tiba ada.
https://goo.gl/eNkQDB
“Ada apa Na, malam-malam begini.”
“Mas Danu, tinggal sendiri pada tempat kerja?”
“Ya, Dari mana engkau ?”
“Sengaja kemari.”
Naralita mendekat ke arahku. Berdiri pada samping kursi kerja. Naralita terlihat mengenakan rok dan T-shirt warna kesukaannya, pink. Tercium olehku bau parfum khas remaja.
“Ada apa, Naralita?”
“Mas.. Saya pengin seperti Mbak Tari.”
“Pengin? Pengin apanya?” Naralita tidak menjawab namun malah melangkah kakinya yang putih mulus sampai berdiri persis pada depanku. Dalam sekejap beliau telah duduk pada pangkuanku.
“Naralita, apa-apaan engkau  ini..” Tanpa menungguku selesai bicara, Naralita sudah menyambarkan bibirnya pada bibirku & menyedotnya bertenaga-kuat. Bibir yg selama ini hanya dapat kupandangi dan bayangkan, sekarang benar-benar mendarat keras. Kulumanya penuh nafsu & nafas halusnya menyeruak. Lidahnya dipermainkan cepat & menari lincah pada rongga mulutku. Ia mencari lidahku & menyedotnya kuat-kuat. Aku berusaha melepaskannya namun sandaran kursi menghalangi. Lebih berdasarkan itu, terus terang ada rasa nikmat setelah berbulan-bulan nir bekerjasama intim menggunakan isteriku.
Naralita merenggangkan pagutannya & pungkasnya, “Mas, aku  selalu ketagihan Mas. Aku suka  herbi laki-laki , bahkan beberapa dosen telah kuajak beginian. Tidak bercumbu beberapa hari saja rasanya badan panas dingin. Aku belum pernah menemukan laki-laki  yang pas.” Kuangkat tubuh Naralita dan kududukkan pada atas kertas yg masih berserakan di atas meja kerja. Aku bangkit menurut duduk dan melangkah ke arah pintu ruang kerjaku. Aku mengunci & menutup kelambu ruangan.
“Na.. Kuakui, aku  pun kelaparan. Sudah empat bulan tidak bercumbu dengan Tari.” “Jadikan aku  Mbak Tari, Mas. Ayo,” istilah Naralita sambil turun dari meja & menyongsong langkahku. Ia memelukku bertenaga-kuat sehingga dadanya yg empuk sepenuhnya melekat di dadaku. Terasa jua penisku yang sudah mengeras berbenturan dengan perut bawah pusarnya yang lembut.
Naralita merapatkan pula perutnya ke arah kemaluanku yg masih terbungkus celana tebal. Naralita balik  menyambar leherku dengan kuluman bibirnnya yang merekah bak bibir artis terkenal. Aliran listrik seakan menjalar ke semua tubuh. Aku semula ragu menyambut keliaran Naralita. Namun ketika kenikmatan tiba-datang menjalar ke seluruh tubuh, menjadi mubazir belaka melepas kesempatanini.
“Kamu amat bergairah, Naralita..” bisikku lirih di telinganya.
“Hmm.. Iya.. Sayang..” balasnya lirih sambil mendesah.
“Aku sebenarnya menginginkan Mas semenjak usang.. Ukh..” serunya sambil menelan ludahnya.
“Ayo, Mas.. Teruskan..”
“Ya Sayang. Apa yang kamu inginkan berdasarkan Mas?”
“Semuanya,” kata Naralita sambil tangannya menjelajah & mengelus batang kemaluanku. Bibirnya terus menyapu permukaan kulitku di leher, dada dan tengkuk. Perlahan kusingkap T-Shirt yang dikenakannya. Kutarik perlahan ke arah atas & serta merta tangan Naralita sudah diangkat tanda meminta T-Shirt langsung dibuka saja. Kaos itu kulempar ke atas meja. Kedua jemariku eksklusif memeluknya bertenaga-kuat sampai badan Naralita lekat ke dadaku. Kedua bukitnya menempel balik , terasa hangat dan lembut. Jemariku mencari kancing BH yg terletak di punggungnya. Kulepas perlahan, talinya, kuturunkan melalui tangannya. BH itu akhirnya jatuh ke lantai & sekarang ujung payudaranya melekat lekat ke arahku.
Aku melorot perlahan ke arah dadanya & kujilati penuh gairah. Permukaan dan tepi putingnya terasa sedikit asin sang keringat Naralita, namun menambah nikmat aroma gadis muda. Tangan Naralita mengusap-usap rambutku dan menggiring kepalaku supaya mulutku segera menyedot putingnya.
“Sedot kuat-bertenaga Mas, sedoott..” bisiknya. Aku memenuhi permintaannya dan Naralita tak kuasa menahan kedua kakinya. Ia seakan lemas dan menjatuhkan badan ke lantai berkarpet tebal. Ruang ber-AC itu terasa makin hangat.
“Mas lepas..” pungkasnya sambil telentang di lantai. Naralita meminta aku  melepas sandang. Naralita sendiri pun melepas rok & celana dalamnya. Aku pun berbuat demikian tetapi masih kusisakan celana dalam. Naralita melihat dengan pandangan mata sayu seperti tidak sabar menunggu. Segera aku  menyusulnya, tiduran pada lantai. Kudekap tubuhnya menurut arah samping sambil kugosokkan telapak tanganku ke arah putingnya. Naralita melenguh sedikit kemudian sedikit memiringkan tubuhnya ke arahku. Sengaja beliau segera mengarahkan putingnya ke mulutku.
“Mas sedot Mas.. Teruskan, lezat   sekali Mas.. Lezat  ..” Kupenuhi permintaannya sambil kupijat-pijat pantatnya. Tanganku mulai nakal mencari selangkangan Naralita. Rambutnya tidak terlalu tebal namun datarannya cukup mantap buat mendaratkan pesawat “cocorde” milikku. Kumainkan jemariku di sana & Naralita tampak sedikit tersentak. “Ukh.. Khmem.. Hss.. Terus.. Terus,” lenguhnya tak kentara. Sementara sedotan pada putingnya kugencarkan, jemari tanganku bagaikan memetik dawai gitar di pusat kenikmatannya.
 https://goo.gl/eNkQDB
Terasa jemari kanan tengahku telah mencapai gumpalan mini   daging di dinding atas depan vaginanya, ujungnya kuraba-raba lembut berirama. Lidahku memainkan puting sembari sekali waktu menyedot & menghembusnya. Jemariku memilin klitoris Naralita dengan teknik petik melodi.
Naralita menggelinjang-gelinjang, melenguh-lenguh penuh nikmat. “Mas.. Mas.. Ampun.. Terus, ampun.. Terus ukhh..” Sebentar kemudian Naralita lemas. Tetapi itu tidak berlangsung usang karena Naralita balik  bernafsu & berbalik merogoh inisitif. Tangannya mencari-cari arah kejantananku. Kudekatkan supaya gampang dijangkau, menggunakan serta merta Naralita menarik celana dalamku. Bersamaan dengan itu melesat keluar pusaka kesayangan Tari. Akibatnya, memukul ke arah paras Naralita.
“Uh.. Mas.. Apaan ini,” kata Naralita kaget. Tanpa menunggu jawabanku, tangan Naralita eksklusif meraihnya. Kedua telapak tangannya menggenggam & mengelus penisku.
“Mas.. Ini asli?”
“Asli, 100 persen,” jawabku.
Naralita geleng-geleng ketua. Lalu lidahnya menyambar cepat ke arah permukaan penisku yg berdiameter 6 centimeter dan panjang 19 cm itu, sedikit agak bengkok ke kanan. Di bagian samping kanan terlihat menonjol genre otot keras. Bagian bawah kepalanya, masih tersisa sedikit kulit yang menggelambir. Otot dan gelambiran kulit itulah yg membuat wanita bertambah nikmat mencicipi tusukan senjata andalanku.
“Mas, belum pernah aku  melihat penis sebanyak & sepanjang ini.”
“Sekarang kamu melihatnya, memegangnya dan menikmatinya.”
“Alangkah bahagianya MBak Tari.”
“Makanya engkau  pengin misalnya dia, kan?”
Naralita eksklusif menarik penisku. “Mas, saya ingin cepat menikmatinya. Masukkan, cepat tambahkan.”
Naralita menelentangkan tubuhnya. Pahanya direntangkannya. Terlihat betapa mulus putih dan higienis. Diantara bulu halus di selangkangannya, terlihat lubang vagina yang kecil. Aku telah berada pada antara pahanya. Exocet-ku sudah siap meluncur. Naralita memandangiku penuh harap.
“Cepat Mas, cepat..”
“Sabar Naralita. Kamu wajib  sahih-sahih terangsang, Sayang..”
Tetapi tampaknya Naralita tidak sabar. Belum pernah kulihat wanita sekasar Naralita. Dia tidak ingin dicumbui dulu sebelum dirasuki penis pasangannya. “Cepat Mas..” ajaknya lagi. Kupenuhi permintaannya, kutempelkan ujung penisku di bagian atas lubang vaginanya, kutekan perlahan tapi benar-benar amat sulit masuk, kuangkat pulang tetapi Naralita justru mendorongkan pantatku menggunakan kedua belah tangannya. Pantatnya sendiri didorong ke arah atas. Tak terhindarkan, btg penisku bagai membentur dinding tebal. Namun Naralita sepertinya ingin main kasar. Aku pun, meski belum terangsang benar, kumasukkan penisku sekuat dan sekencangnya. Meski perlahan bisa memasukirongga vaginanya, tetapi terasa sangat sesak, seret, panas, perih & sulit. Naralita nir gentar, malah menyongsongnya penuh gairah.
“Jangan paksakan, Sayang..” pintaku.
“Terus. Paksa, siksa aku . Siksa.. Tusuk saya. Keras.. Keras jangan takut Mas, terus..” Dan saya tak mampu menghindar. Kulesakkan keras hingga separuh penisku telah masuk. Naralita menjerit, “Aouwww.. Sedikit lagi..” Dan aku  menekannya bertenaga-bertenaga. Bersamaan menggunakan itu terasa ada yg mengalir menurut dalam vagina Naralita, meleleh keluar. Aku melirik, darah.. Darah segar. Naralita membisu. Nafasnya terengah-engah. Matanya memejam. Aku menunda penisku tetap menancap.
Tidak turun, nir pula naik. Untuk mengurangi ketegangannya, kucari ujung puting Naralita menggunakan mulutku. Meski agak membungkuk, aku  bisa mencapainya. Naralita sedikit berkurang ketegangannya. Beberapa waktu lalu dia memintaku memulai aktivitas. Kugerakkan penisku yg hanya separuh jalan, turun naik dan Naralita mulai tampak menikmatinya. Pergerakan konstan itu kupertahankan cukup usang. Makin usang tusukanku makin dalam. Naralita pasrah & nir sebuas tersebut.
Ia menikmati irama keluar masuk di liang kemaluannya yang mulai basah dan mengalirkan cairan pelicin. Naralita mulai bangkit gairahnya menggelinjang & melenguh dan dalam akhirnya menjerit lirih, “Uuuhh.. Mas.. Uhh.. Enaakk.. Enaakk.. Terus.. Aduh.. Ya ampun enaknya..” Naralita melemas & terkulai. Kucabut penisku yang masih keras, kubersihkan dengan bajuku. Aku duduk di samping Naralita yang terkulai.
“Naralita, kenapa kamu?”
“Lemas, Mas. Kamu amat perkasa.”
“Kamu pula liar.”
https://goo.gl/eNkQDB
Naralita memang tak jarang herbi laki-laki . Namun belum ada yg berhasil menembus keperawanannya karena selaput daranya amat tebal. Tetapi perkiraanku, para lelaki akan takluk oleh garangnya Naralita mengajak senggama tanpa pemanasan yg cukup. Gila memang anak itu, cepat panas. Sejak insiden itu, Naralita selalu ingin mengulanginya. Tetapi aku  selalu menghindar. Hanya sekali peristiwa itu kami ulangi di sebuah hotel sepanjang hari. Naralita saat itu kesetanan dan kuladeni kemauannya dengan segala gaya. Naralita mengaku puas.
Setelah lulus, Naralita menikah dan tinggal pada Palembang. Sejak itu nir ada kabarnya. Dan, ketika pulang ke Yogya beserta anaknya, saya berjumpa di tempat tinggal   bude.
“Mas Danu, mau nyoba lagi?” bisiknya lirih.
Aku hanya mengangguk.
“Masih gede juga?” tanyanya menggoda.
“Ya, tambah gede dong.”
Dan malamnya, saya menyambangi pada hotel tempatnya menginap. Pertarungan pun pulang terjadi dalam posisi sama-sama telah matang.
“Mas Danu, Mbak Tari sudah mampu digunakan belum?” tanyanya.
“Belum, dokter melarangnya,” kataku berbohong.
Dan, Naralita pun malam itu mencoba melayaniku hingga kami sama-sama terpuaskan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Bottom Ad [Post Page]

| Desain oleh cibai SAKONGKIU.com