Namaku Reni basic keluargaku orang yg tdk berkecukupan, Aku sedih melihat keadaan keluargaku, Pekerjaan ayahku adalah seorang Pegawai Negeri golongan II, ibuku hanyalah seseorang Ibu Rumah Tangga yg tdk memiliki skill, kerjanya hanya mengurus putra-putrinya. Rasanya saya ingin sekali utk membantu ayah, mencari uang. Tp apalah daya saya hanya lulusan sekolah menengah, namun begitu saya mencoba utk melamar kerja pada perusahaan yg ada pada kota Manado. Hasilnya nihil, tidak terdapat satupun perusahaan yang mendapat lamaranku. Aku maklum, disaat krisis kini ini poly PT yang jatuh bangkrut, kalaupun ada PT yg bertahan itu karena mem-PHK sebagian karyawannya.
Lalu aku berpikir, kenapa aku tdk mengadu nasib ke Jakarta saja, orang bilang di Ibukota banyak lowongan pekerjaan, dan saya teringat dgn tetanggaku Susi namanya, dia itu ucapnya sukses hayati pada Jakarta, terbukti kehidupan keluarganya meningkat drastis. Dahulu kehidupan keluarga Susi tdk jauh tidak sinkron dgn keadaan keluargaku, pas-pasan. Tp semenjak Susi merantau ke Jakarta, ekonomi keluarganya makin lama makin berubah. Bangunan tempat tinggal Susi kini sdh permanen, isi perabotnya serba baru, menurut kursi tamu, loka tidur semuanya glamor, jg TV 29″ antena parabola dan VCD mereka miliki. Aku ingin misalnya Susi, toh dia jg hanya tamatan Sekolah Menengah Atas. Kalau beliau bisa kenapa aku tdk? Aku harus optimis.
Pada suatu hari di bulan September, tahun 1998 saya pamit pada keluargaku utk merantau ke Jakarta. Meskipun berat papa & mama merelakan kepergianku. Dgn bekal uang Rp 75.000 & tiket kelas Ekonomi output hutang papaku di kantor, saya akhirnya meninggalkan desa tercinta pada Kawanua. Dari desa saya menuju pelabuhan Bitung, aku harus sdh hingga di pelabuhan sebelum pukul 18:00 lantaran KM Ciremai jurusan Tanjung Priok berangkat jam 19:00 WIT, ketika 1 jam tentu cukup utk mencari tempat yang nyaman. Lantaran tiketku tdk mencantumkan angka seat, maklum kelas ekonomi, aku berharap menerima lapak utk menggelar tikar berukuran badanku. Tp naas, angkutan yg menuju pelabuhan begitu terlambat, dalam saat itu jam sdh memilih pukul 18:45.
Waktuku hanya 5 belas mnt. Ternyata KM.Ciremai sdh berlabuh, saya melihat hiruk pikuk penumpang berebut menaiki tangga, saya tergolong calon penumpang yang terakhir, dgn sisa-residu tenagaku, saya berusaha lari menuju KM.Ciremai, saya hanya menggendong tas punggung yg berisi sandang 3 potong. Aku sdh berada di dek kapal kelas ekonomi, tp hampir semua ruangan sdh penuh oleh para penumpang. Keringat membasahi semua tubuhku, ruangan begitu terasa pengap sang nafas-nafas insan yg bejibun. Aku hanya bisa berdiri pada depan sebuah kamar yg bertuliskan Crew, pada sekitarku masih ada seorang Ibu tua beserta 2 orang anak pria usia sekolah dasar. Mereka tiduran di emperan tp kelihatannya mereka cukup berbahagia lantaran bisa selonjoran.
Aku berusaha mencari celah ruang utk bisa jongkok. Aku bersyukur, Ibu Tua itu rupanya berbaik hati karena bersedia menggeserkan kakinya, kini saya dapat duduk, tp hingga kapan aku duduk bertenaga dgn cara duduk begini. Sedangkan bepergian memakan saat 2 hari dua malam. Tdk usang kemudian KM.Ciremai berangkat meninggalkan pelabuhan Bitung, hatiku sedikit lega, & saya berdoa semoga perjalanku ini akan mengganti nasib. Tak sadar saya tertidur, saya sedikit terkejut sewaktu petugas menanyakan tiket, saya jangan lupa tiketku terdapat pada dlm tas punggungku. Tp apa lacur, tasku raib entah dimana, aku panik, saya berusaha mencari dan bertanya pada Ibu tua dan anak laki-lakinya, tp mereka hanya menggelengkan kepala.
“Mana tiketmu..” ujar seseorang petugas sedikit menghardik.
“Tas saya hilang, tiket & uangku ada di situ..” jawabku dgn sedih.
“Hah, dusta engkau , itu alasan antik, bilang aja kamu tidak membeli tiket, Ayo ikut kami ke atas,” bentak petugas yang bertampang sangar.
Kalau kutaksir mungkin pria tadi baru berusia 45 tahun, tp masih tegap dan atletis, hanya kumis & rambutnya yang menonjolkan ketuaannya lantaran relatif beruban. “Tp ingat engkau sdh berjanji, akan melakukan apa saja..” ujar lelaki itu, seraya menerangkan jarinya ke jidatku. “Sekarang kamu mandi, biar tdk bau, tuh handuknya dan pada sana kamar mandinya..” sembari memilih ke kiri. Betapa senangnya hatiku, diperlakukan seperti itu, saya tdk menygka laki-laki itu ternyata baik jg. Betapa segarnya nanti sesudah aku mandi. “Makasih Pak,” ujarku seraya memberanikan diri utk menatap wajahnya, ternyata ganteng jg.
“Jangan panggil Pak, panggil aku Kapten..” tegasnya. Aku sempat membaca namanya yang tertera pada baju putihnya.
“Kapten Jack” itulah namanya.
Aku kini sdh berada di kamar mandi.
“Wah, betapa wanginya tuh kamar mandi,” gumamku nyaris tak terdengar.
Kunyalakan showernya maka muncratlah air segar membasahi tubuhku yang mulus ini, kugosok-gosokan badanku dgn sabun, kuraih shampo utk mencuci rambutku yang sempat lengket lantaran keringat. 10 mnt lalu aku keluar berdasarkan kamar mandi, saya galau utk bersalin sandang, saya wajib bilang apa kepada Sang Capt.
“Wah anggun jg kamu,” datang-tiba suara itu mengejutkan diriku.
Dan yg lebih mengejutkan merupakan pelukan Sang Capt dari arah belakang. Aku hanya terdiam,
“Siapa namamu, Sayang?” bisiknya mesra.
“Reni..” jawabku lirih.
Aku tdk berusaha berontak, karena saya jangan lupa akan janjiku tersebut. Karena saya diam tak berreaksi, maka tangan Sang Capt makin berani saja menjelajahi dadaku dan menciumi leher dan telingaku. Aku menggelinjang, entah geli atau terangsang, yg pasti hingga usiaku 19 tahun aku belum pernah mencicipi sentuhan lelaki. Bukannya tdk ada lelaki yang naksir padaku, ini lantaran sikapku yg tdk mau berpacaran. Banyak sahabat sekelas yg berusaha mendekatiku, selain tidak mengecewakan manis, aku jg tergolong pintar, makanya saya mendapat beasiswa. Maka tidak heran banyak lelaki pada sekolahku yg berusaha memacariku, tp aku cuek, alias tdk merespon. “Ooohh.. Jangan Capt.” hanya kata-kata itu yg keluar berdasarkan mulutku ketika laki-laki separuh baya itu menyentuh barang yang amat berharga bagi perempuan , bulu-bulu lembut yg tumbuh pada sekitar meqiku dielusnya dgn lembut, sementara handuk yang inheren pada tubuhku sdh jatuh ke lantai. Dan saya pun tahu bahwa lelaki ini sdh bertelanjang bulat.
Aku mencicipi benda elastis yg mengeras menyentuh pantatku, nafas hangat dan wangi yg memburu terus menjelajahi punggungku, tangannya yg tadi mengelus meqiku kini meremas-remas kedua payudaraku yang ranum, ini menciptakan dadaku membusung & mengeras. Aku tidak percaya, tangan lelaki ini seolah mengandung magnet, lantaran mampu membangkitkan gairah yg tidak pernah kurasakan seumur hidupku. “Oooogghhhh.. Aaaaggghhhh..” hanya desahan panjang yang dapat kuekspresikan bahwa diriku berada dlm libido yang benar -betul mengasyikan.
“Reni kau betul-benar lugu, pegang dong penisku,” kata Capt Jack, seraya meraih tanganku & menempelkannya ke btg penisnya yg keras tp kenyal.
“Jangan diam saja, remaslah, biar kita sama-sama lezat ..” ujarnya lagi.
Akhirnya walaupun saya sebelumnya tdk pernah melakukan senggama, naluriku seolah membimbing apa yg harus kuperbuat jika bercumbu dgn seorang pria. Akhirnya aku berbalik, kuraih penisnya kuremas & kukocok-campurkan dan kocok, sampai kumainkan biji pelirnya yg licin.
Sang Kapten mendesah-desah,
“Ooohh.. Mmmmppphhhhh.. Nikmat sekali Sayang, teruskan.. Oh teruskan..” sambil matanya terpejam-pejam.
Aku jongkok, tanpa ragu kujilat & kukulum torpedo Sang kapten, hingga terbenam ke tenggorokanku. Aku sahih-sahih menikmatinya seperti menikmati es Jolly kesukaanku di waktu mini dulu. Aku tidak peduli erangannya, kusedot, kusedot dan kusedot terus, hingga akhirnya zakar Sang Kapten yang panjangnya hampir 12 centi itu memuncratkan cairan hangat ke mulutku yang mungil.
“Aaahh.. Aku sdh tidak kuat Reni,” gumamnya.
Betapa nikmatnya cairan spermanya, hingga tidak sadar aku telah menelan habis tanpa tersisa, ini menciptakan seolah Sang Capt tak mampu utk tegak berdiri. Dia bersandar pada dinding kapal apalagi gerakan kapal sekarang ini sdh tak beraturan kadang bergoyang kekiri kadang kekanan.
“Kamu benar -benar hebat Reni,” puji Capt Jack sembari mencium bibirku.
“Reni jangan kau anggap aku sdh kalah, tunggu sebentar..” Dia bergegas menuju lemari mini , lantas mengambil sesuatu menurut botol mini & menelannya lantas membuka kulkas dan merogoh botol minuman homogen Kratingdaeng.
“Sini Sayang..” ujar oleh kapten memanggilku mesra.
“Istirahat dulu kita sebentar, ambillah minuman pada kulkas utkmu,” lanjut Kapten Jack.
Kubuka kulkas & kuraih botol kecil seperti yang diminum Kapten Jack. Aku meminumnya sedikit-sedikit, “Ooohh.. Sedap sekali minuman ini.. Aku tidak pernah merasakan betapa enaknya.. Minuman apa ini.” Ternyata label minuman ini tertulis alfabet -alfabet yang saya tidak paham, mungkin aksara China, mungkin Jepang mungkin jg Korea. Ah persetan.. Yg krusial tenggorokanku segar. “Kau berbaringlah di di situ,” pinta Kapten Jack sembari memilih tempat tidurnya yang ukurannnya tdk begitu akbar. Kurebahkan tubuhku di atas kasur yg empuk dan membal. Kulihat jam dinding sdh menunjuk pukul 12 malam.
Aku heran mataku tak merasa ngantuk, padahal umumnya saya sdh tidur sebelum pukul 22:00. Aku sengaja tdk memakai selimut utk menutupi tubuhku, kubiarkan begitu saja tubuhku yang polos, barangkali ini akan membangkitkan gairah libido Sang Kapten yg tadi sdh down. Aku berharap semoga Sang Kapten akan terangsang melihat dadaku yg sengaja kuremas-remas sendiri. Sang Kapten sdh bangkit berdasarkan kursi santainya, dia menenggak sebotol lagi minuman homogen Kratindaeng. Dia sdh berada di tepi ranjang, sekarang beliau mulai mengelus-elus kakiku dari ujung jari merambat ke atas & berhenti lama -lama di pahaku, mengusap-usap & menjilatinya, dansekarang lidahnya sdh berada di lisan meqiku. “Ooohhh.. Geli..”
Sejurus kemudian lidahnya dijulurkan & menyapu bagian atas bibir meqiku. Pahaku sengaja kulebarkan, hal ini menciptakan Sang Kapten bertambah buas dan liar, diseruputnya klitorisku.
“Ooohh.. Aaahh.. Teruskan Capt, lanjutkan Capt.. Ooohh.. Nikmat sekali Capt..” Tangannya tdk tinggal membisu, diraihnya ke 2 butir dadaku, diremasnya & tidak lupa memilin-milin putingku dgn mesra.
“Aaaaaaahh.. Saya sdh tak tahan Capt..” desisku.
“Tahan Sayang.. Tahan sementara waktu.. Biarkan aku menikmati meqimu yg wangi ini… aku tak pernah merasakan wanginya meqi berdasarkan wanita lain..”
“Sruuppp.. Sruuuppp.. Sruuupp..” Terus saja verbal Kapten Jack dgn rajinnya menjelajah bagian dlm meqiku yg sdh empot-empotan ini dampak rangsangan yg amat tinggi.
“Sdh Kapten.. Cepat masukkan btg penismu, saya sdh tdk tahan..”
“Baik, rasakanlah Sayang.. Betapa nikmatnya penisku ini..”
“Tp pelan-pelan Capt, saya masih perawan..”
“Ok, saya melakukannya dgn hati-hati..” janji Kapten Jack.
“Buka lebar pahamu, Reni..” saran Kapten Jack.
Dan…
“Zllleeebbbb…”
“Oooggghh.. Aaagggghh..” desisku, padahal zakar itu baru masuk 3 perempatnya.
“Zleb.. Zleebbb…”
“Zleebbb…” desahku panjang, aku memahami penis sepanjang 12 centi itu sdh menghambat selaput daraku.
Ditariknya lagi rudalnya, lantas dimasukannya lagi seirama dgn goyangan KM.Ciremai sang ombak laut.
“Zleebbb.. Zleebbb.. Zleebbb..”
“Oooggghh.. Oooggghh.. Oooggghh.. Aaagggghh.. Aaaggghh..”
“Aku mau keluar Kapten,” ujarku memberi tahu Capt Jack.
“Tahan Sayang.. Sebentar.. Aku jg mau keluar, sekarang kita hitung hingga tiga. 1.. Dua.. Dua..”
“Creettt… creettt… creet…” sperma Capt Jack membasahi gua gelap meqiku. Betapa hangat dan nikmatnya air manimu Jack.
Hal ini memancing cairanku ikut membanjiri kemaluanku sampai meluber ke bagian atas.
Kami berdua terkulai lemas, tp Capt Jack sempat meraba bibir kemaluanku dan jarinya seolah mencungkil sesuatu dari meqiku, ternyata beliau menunjukkan cairan merah kepadaku, & ternyata merupakan darah perawanku. Dijilatnya darah sambil mengatakan, “Terima kasih Reni, kamu benar -benar perawan..” Aku hanya menangis, menangisi kenikmatan yang sama sekali tak kusesalkan. Aktivitas senggama ini berlangsung kembali hingga surya muncul. Lantas aku tidur hingga siang, makan, tidur dan malamnya kami melakukannya lagi berulang-ulang seolah tiada bosan. Akhirnya Pelabuhan Tanjung Priok sdh berada di pelupuk mataku. Sebelum turun menurut kapal saya dibelikan baju baru, & dibekali uang yang cukup.
Selamat tinggal Kapten.. Selamat tinggal Ciremai..

Pada suatu hari di bulan September, tahun 1998 saya pamit pada keluargaku utk merantau ke Jakarta. Meskipun berat papa & mama merelakan kepergianku. Dgn bekal uang Rp 75.000 & tiket kelas Ekonomi output hutang papaku di kantor, saya akhirnya meninggalkan desa tercinta pada Kawanua. Dari desa saya menuju pelabuhan Bitung, aku harus sdh hingga di pelabuhan sebelum pukul 18:00 lantaran KM Ciremai jurusan Tanjung Priok berangkat jam 19:00 WIT, ketika 1 jam tentu cukup utk mencari tempat yang nyaman. Lantaran tiketku tdk mencantumkan angka seat, maklum kelas ekonomi, aku berharap menerima lapak utk menggelar tikar berukuran badanku. Tp naas, angkutan yg menuju pelabuhan begitu terlambat, dalam saat itu jam sdh memilih pukul 18:45.
Waktuku hanya 5 belas mnt. Ternyata KM.Ciremai sdh berlabuh, saya melihat hiruk pikuk penumpang berebut menaiki tangga, saya tergolong calon penumpang yang terakhir, dgn sisa-residu tenagaku, saya berusaha lari menuju KM.Ciremai, saya hanya menggendong tas punggung yg berisi sandang 3 potong. Aku sdh berada di dek kapal kelas ekonomi, tp hampir semua ruangan sdh penuh oleh para penumpang. Keringat membasahi semua tubuhku, ruangan begitu terasa pengap sang nafas-nafas insan yg bejibun. Aku hanya bisa berdiri pada depan sebuah kamar yg bertuliskan Crew, pada sekitarku masih ada seorang Ibu tua beserta 2 orang anak pria usia sekolah dasar. Mereka tiduran di emperan tp kelihatannya mereka cukup berbahagia lantaran bisa selonjoran.
Aku berusaha mencari celah ruang utk bisa jongkok. Aku bersyukur, Ibu Tua itu rupanya berbaik hati karena bersedia menggeserkan kakinya, kini saya dapat duduk, tp hingga kapan aku duduk bertenaga dgn cara duduk begini. Sedangkan bepergian memakan saat 2 hari dua malam. Tdk usang kemudian KM.Ciremai berangkat meninggalkan pelabuhan Bitung, hatiku sedikit lega, & saya berdoa semoga perjalanku ini akan mengganti nasib. Tak sadar saya tertidur, saya sedikit terkejut sewaktu petugas menanyakan tiket, saya jangan lupa tiketku terdapat pada dlm tas punggungku. Tp apa lacur, tasku raib entah dimana, aku panik, saya berusaha mencari dan bertanya pada Ibu tua dan anak laki-lakinya, tp mereka hanya menggelengkan kepala.

“Mana tiketmu..” ujar seseorang petugas sedikit menghardik.
“Tas saya hilang, tiket & uangku ada di situ..” jawabku dgn sedih.
“Hah, dusta engkau , itu alasan antik, bilang aja kamu tidak membeli tiket, Ayo ikut kami ke atas,” bentak petugas yang bertampang sangar.
Kalau kutaksir mungkin pria tadi baru berusia 45 tahun, tp masih tegap dan atletis, hanya kumis & rambutnya yang menonjolkan ketuaannya lantaran relatif beruban. “Tp ingat engkau sdh berjanji, akan melakukan apa saja..” ujar lelaki itu, seraya menerangkan jarinya ke jidatku. “Sekarang kamu mandi, biar tdk bau, tuh handuknya dan pada sana kamar mandinya..” sembari memilih ke kiri. Betapa senangnya hatiku, diperlakukan seperti itu, saya tdk menygka laki-laki itu ternyata baik jg. Betapa segarnya nanti sesudah aku mandi. “Makasih Pak,” ujarku seraya memberanikan diri utk menatap wajahnya, ternyata ganteng jg.
“Jangan panggil Pak, panggil aku Kapten..” tegasnya. Aku sempat membaca namanya yang tertera pada baju putihnya.
“Kapten Jack” itulah namanya.
Aku kini sdh berada di kamar mandi.
“Wah, betapa wanginya tuh kamar mandi,” gumamku nyaris tak terdengar.
Kunyalakan showernya maka muncratlah air segar membasahi tubuhku yang mulus ini, kugosok-gosokan badanku dgn sabun, kuraih shampo utk mencuci rambutku yang sempat lengket lantaran keringat. 10 mnt lalu aku keluar berdasarkan kamar mandi, saya galau utk bersalin sandang, saya wajib bilang apa kepada Sang Capt.
“Wah anggun jg kamu,” datang-tiba suara itu mengejutkan diriku.
Dan yg lebih mengejutkan merupakan pelukan Sang Capt dari arah belakang. Aku hanya terdiam,
“Siapa namamu, Sayang?” bisiknya mesra.
“Reni..” jawabku lirih.
Aku tdk berusaha berontak, karena saya jangan lupa akan janjiku tersebut. Karena saya diam tak berreaksi, maka tangan Sang Capt makin berani saja menjelajahi dadaku dan menciumi leher dan telingaku. Aku menggelinjang, entah geli atau terangsang, yg pasti hingga usiaku 19 tahun aku belum pernah mencicipi sentuhan lelaki. Bukannya tdk ada lelaki yang naksir padaku, ini lantaran sikapku yg tdk mau berpacaran. Banyak sahabat sekelas yg berusaha mendekatiku, selain tidak mengecewakan manis, aku jg tergolong pintar, makanya saya mendapat beasiswa. Maka tidak heran banyak lelaki pada sekolahku yg berusaha memacariku, tp aku cuek, alias tdk merespon. “Ooohh.. Jangan Capt.” hanya kata-kata itu yg keluar berdasarkan mulutku ketika laki-laki separuh baya itu menyentuh barang yang amat berharga bagi perempuan , bulu-bulu lembut yg tumbuh pada sekitar meqiku dielusnya dgn lembut, sementara handuk yang inheren pada tubuhku sdh jatuh ke lantai. Dan saya pun tahu bahwa lelaki ini sdh bertelanjang bulat.
Aku mencicipi benda elastis yg mengeras menyentuh pantatku, nafas hangat dan wangi yg memburu terus menjelajahi punggungku, tangannya yg tadi mengelus meqiku kini meremas-remas kedua payudaraku yang ranum, ini menciptakan dadaku membusung & mengeras. Aku tidak percaya, tangan lelaki ini seolah mengandung magnet, lantaran mampu membangkitkan gairah yg tidak pernah kurasakan seumur hidupku. “Oooogghhhh.. Aaaaggghhhh..” hanya desahan panjang yang dapat kuekspresikan bahwa diriku berada dlm libido yang benar -betul mengasyikan.
“Reni kau betul-benar lugu, pegang dong penisku,” kata Capt Jack, seraya meraih tanganku & menempelkannya ke btg penisnya yg keras tp kenyal.
“Jangan diam saja, remaslah, biar kita sama-sama lezat ..” ujarnya lagi.
Akhirnya walaupun saya sebelumnya tdk pernah melakukan senggama, naluriku seolah membimbing apa yg harus kuperbuat jika bercumbu dgn seorang pria. Akhirnya aku berbalik, kuraih penisnya kuremas & kukocok-campurkan dan kocok, sampai kumainkan biji pelirnya yg licin.
Sang Kapten mendesah-desah,
“Ooohh.. Mmmmppphhhhh.. Nikmat sekali Sayang, teruskan.. Oh teruskan..” sambil matanya terpejam-pejam.
Aku jongkok, tanpa ragu kujilat & kukulum torpedo Sang kapten, hingga terbenam ke tenggorokanku. Aku sahih-sahih menikmatinya seperti menikmati es Jolly kesukaanku di waktu mini dulu. Aku tidak peduli erangannya, kusedot, kusedot dan kusedot terus, hingga akhirnya zakar Sang Kapten yang panjangnya hampir 12 centi itu memuncratkan cairan hangat ke mulutku yang mungil.
“Aaahh.. Aku sdh tidak kuat Reni,” gumamnya.
Betapa nikmatnya cairan spermanya, hingga tidak sadar aku telah menelan habis tanpa tersisa, ini menciptakan seolah Sang Capt tak mampu utk tegak berdiri. Dia bersandar pada dinding kapal apalagi gerakan kapal sekarang ini sdh tak beraturan kadang bergoyang kekiri kadang kekanan.
“Kamu benar -benar hebat Reni,” puji Capt Jack sembari mencium bibirku.
“Reni jangan kau anggap aku sdh kalah, tunggu sebentar..” Dia bergegas menuju lemari mini , lantas mengambil sesuatu menurut botol mini & menelannya lantas membuka kulkas dan merogoh botol minuman homogen Kratingdaeng.
“Sini Sayang..” ujar oleh kapten memanggilku mesra.
“Istirahat dulu kita sebentar, ambillah minuman pada kulkas utkmu,” lanjut Kapten Jack.
Kubuka kulkas & kuraih botol kecil seperti yang diminum Kapten Jack. Aku meminumnya sedikit-sedikit, “Ooohh.. Sedap sekali minuman ini.. Aku tidak pernah merasakan betapa enaknya.. Minuman apa ini.” Ternyata label minuman ini tertulis alfabet -alfabet yang saya tidak paham, mungkin aksara China, mungkin Jepang mungkin jg Korea. Ah persetan.. Yg krusial tenggorokanku segar. “Kau berbaringlah di di situ,” pinta Kapten Jack sembari memilih tempat tidurnya yang ukurannnya tdk begitu akbar. Kurebahkan tubuhku di atas kasur yg empuk dan membal. Kulihat jam dinding sdh menunjuk pukul 12 malam.
Aku heran mataku tak merasa ngantuk, padahal umumnya saya sdh tidur sebelum pukul 22:00. Aku sengaja tdk memakai selimut utk menutupi tubuhku, kubiarkan begitu saja tubuhku yang polos, barangkali ini akan membangkitkan gairah libido Sang Kapten yg tadi sdh down. Aku berharap semoga Sang Kapten akan terangsang melihat dadaku yg sengaja kuremas-remas sendiri. Sang Kapten sdh bangkit berdasarkan kursi santainya, dia menenggak sebotol lagi minuman homogen Kratindaeng. Dia sdh berada di tepi ranjang, sekarang beliau mulai mengelus-elus kakiku dari ujung jari merambat ke atas & berhenti lama -lama di pahaku, mengusap-usap & menjilatinya, dansekarang lidahnya sdh berada di lisan meqiku. “Ooohhh.. Geli..”
Sejurus kemudian lidahnya dijulurkan & menyapu bagian atas bibir meqiku. Pahaku sengaja kulebarkan, hal ini menciptakan Sang Kapten bertambah buas dan liar, diseruputnya klitorisku.
“Ooohh.. Aaahh.. Teruskan Capt, lanjutkan Capt.. Ooohh.. Nikmat sekali Capt..” Tangannya tdk tinggal membisu, diraihnya ke 2 butir dadaku, diremasnya & tidak lupa memilin-milin putingku dgn mesra.
“Aaaaaaahh.. Saya sdh tak tahan Capt..” desisku.
“Tahan Sayang.. Tahan sementara waktu.. Biarkan aku menikmati meqimu yg wangi ini… aku tak pernah merasakan wanginya meqi berdasarkan wanita lain..”
“Sruuppp.. Sruuuppp.. Sruuupp..” Terus saja verbal Kapten Jack dgn rajinnya menjelajah bagian dlm meqiku yg sdh empot-empotan ini dampak rangsangan yg amat tinggi.
“Sdh Kapten.. Cepat masukkan btg penismu, saya sdh tdk tahan..”
“Baik, rasakanlah Sayang.. Betapa nikmatnya penisku ini..”
“Tp pelan-pelan Capt, saya masih perawan..”
“Ok, saya melakukannya dgn hati-hati..” janji Kapten Jack.
“Buka lebar pahamu, Reni..” saran Kapten Jack.
Dan…
“Zllleeebbbb…”
“Oooggghh.. Aaagggghh..” desisku, padahal zakar itu baru masuk 3 perempatnya.
“Zleb.. Zleebbb…”
“Zleebbb…” desahku panjang, aku memahami penis sepanjang 12 centi itu sdh menghambat selaput daraku.
Ditariknya lagi rudalnya, lantas dimasukannya lagi seirama dgn goyangan KM.Ciremai sang ombak laut.
“Zleebbb.. Zleebbb.. Zleebbb..”
“Oooggghh.. Oooggghh.. Oooggghh.. Aaagggghh.. Aaaggghh..”
“Aku mau keluar Kapten,” ujarku memberi tahu Capt Jack.
“Tahan Sayang.. Sebentar.. Aku jg mau keluar, sekarang kita hitung hingga tiga. 1.. Dua.. Dua..”
“Creettt… creettt… creet…” sperma Capt Jack membasahi gua gelap meqiku. Betapa hangat dan nikmatnya air manimu Jack.
Hal ini memancing cairanku ikut membanjiri kemaluanku sampai meluber ke bagian atas.
Kami berdua terkulai lemas, tp Capt Jack sempat meraba bibir kemaluanku dan jarinya seolah mencungkil sesuatu dari meqiku, ternyata beliau menunjukkan cairan merah kepadaku, & ternyata merupakan darah perawanku. Dijilatnya darah sambil mengatakan, “Terima kasih Reni, kamu benar -benar perawan..” Aku hanya menangis, menangisi kenikmatan yang sama sekali tak kusesalkan. Aktivitas senggama ini berlangsung kembali hingga surya muncul. Lantas aku tidur hingga siang, makan, tidur dan malamnya kami melakukannya lagi berulang-ulang seolah tiada bosan. Akhirnya Pelabuhan Tanjung Priok sdh berada di pelupuk mataku. Sebelum turun menurut kapal saya dibelikan baju baru, & dibekali uang yang cukup.
Selamat tinggal Kapten.. Selamat tinggal Ciremai..



Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.